Selasa, 10 Juli 2012

Resep Minuman Segar Dingin Es Kacang Hijau

0 komentar


Bahan membuat Minuman Dingin Es Kacang Hijau:

  • 200 gram kacang hijau, cuci, rendam
  • 2 lembar daun pandan
  • 2 gelas air
  • 200 gram gula merah dan 1gelas air, masak lalu saring
  • 10 buah daging buah nangka, potong-potong
  • 1/2 gelas santan kental dari 1/4 butir kelapa
  • Susu kental manis secukupnya
  • Es batu secukupnya


Cara membuat Minuman Dingin Es Kacang Hijau:

Kacang, pandan, air didihkan sampai empuk.
Sajikan kacang hijau dengan nangka, santan, susu kental manis, es.


Continue reading →
Senin, 09 Juli 2012

Penentuan Awal dan Akhir Ramadhan

0 komentar

Masalah klasik yang acap kali mencuat setiap menjelang Ramadhan dan akhir Ramadhan, yaitu berkaitan dengan penetapan awal dan akhir Ramadhan. Sampai sekarang, masalah ini masih terus dibicarakan oleh para ulama.

Perbedaan pendapat seperti ini sudah dikenal luas di kalangan ulama bahkan masyarakat pada umumnya. Syariat telah menjadikan tanda-tanda alam, seperti hilal, bulan, bintang, matahari dan lainnya sebagai batas waktu penetapan ibadah dan hukum muamalah. Sebagai contohnya adalah ibadah puasa di bulan Ramadhan, Allah سبحانه وتعلى mengaitkannya dengan hilal. Allah سبحانه وتعلى berfirman yang artinya, “Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah: 185).

Hanya saja, kemudian timbul pertanyaan, bila hilal telah terlihat di suatu negeri, apakah wajib bagi negeri yang lain untuk mengikutinya? Ataukah setiap negeri harus melihat hilal di tempatnya sendiri? Cukupkah dengan melihat hilal di satu negeri saja, atau tiap-tiap negeri harus melihat hilal di tempatnya masing-masing? Inilah yang menjadi persoalan. Karena itulah para ulama berselisih pendapat dalam masalah ini.

Ada beberapa pendapat ulama dalam masalah ini, diantaranya adalah;

PENDAPAT PERTAMA:

Jika hilal telah terlihat di suatu negeri, maka wajib bagi seluruh kaum muslimin yang bermukim di negeri lain untuk berpuasa.
Ini merupakan pendapat Abu Hanifah, ulama Malikiyah, sebagian ulama Syafi’iyah, dan pendapat Imam Ahmad.

Dalil pendapat pertama:
Firman Allah سبحانه وتعلى, “Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah: 185).
Ayat ini berlaku bagi setiap orang yang melihat bulan (hilal) tanpa memandang adanya perbedaan mathla’ (tempat terbitnya bulan) atau pun teritorial negara.

Sabda Rasulullah صل اللة عليه وسلم

صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ
“Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah (berlebaranlah) karena melihatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Sabda Rasulullah صل اللة عليه وسلم,
فِطْرُكُمْ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَأَضْحَاكُمْ يَوْمَ تُضَحُّون
“Hari berpuasa adalah hari kuam Muslimin berpuasa. Hari Idul Fithri adalah hari kaum Muslimin berbuka. Dan hari Idul Adha adalah hari kaum Muslimin menyembelih kurban.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah).

PENDAPAT KEDUA:

Setiap negeri melihat hilal di tempat masing-masing. Ini adalah pendapat mayoritas ulama Syafi’iyah.

PENDAPAT KETIGA:

Apabila suatu negara mathla’nya berbeda dengan negara lainnya, maka masing-masing negara memiliki rukyat hilal (penentuan awal dan akhir bulan) sendiri. Dan apabila mathla’nya tidak berbeda, maka bagi siapa saja yang belum melihat hilal wajib mengikuti ketetapan rukyat hilal tempat yang lain. Dengan kata lain, pendapat ini hampir sama dengan pendapat kedua, hanya saja tidak dibatasi oleh teritorial negara. Sehingga setiap negara yang berjauhan harus melihat hilal di tempat masing-masing, dan ini tidak berlaku untuk negara yang saling berdekatan. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Qudamah dalam kitab Al Mughni (IV/328).

Namun demikian, ulama yang berpendapat demikian berselisih pendapat dalam menetapkan jarak jauh dekatnya. Ada yang mengaitkannya dengan jarak bolehnya mengqashar shalat. Ada pula yang mengatakan apabila berita terlihatnya hilal dapat sampai ke tempat tersebut pada malam itu juga.

Dalil Pendapat Ketiga:
Firman Allah سبحانه وتعلى
“Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah: 185).

Pada dasarnya ayat ini tidak dimaksudkan rukyatnya atas setiap orang, namun yang dimaksud adalah orang-orang yang berada pada tempat di mana hilal dapat dilihat, dan setiap wilayah yang mathla’nya sama. Adapun bagi siapa saja yang mathla’ hilalnya berbeda, maka dalil ini tidak bisa dijadikan patokan baik hakekatnya atau pun secara hukum.

Adapun hadits yang dijadikan dalil oleh pendapat pertama, “Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah (berlebaranlah) karena melihatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Maksudnya, perintah berpuasa di sini adalah bagi setiap orang yang berada di suatu daerah yang mathla’ hilalnya sama dengan orang yang melihat hilal, maka pada saat itu hukum berbuka dan berpuasa berlaku baginya. Dan bukan ditujukan bagi mereka yang mathla’ hilalnya berbeda.

Mereka mengatakan bahwa penentuan waktu yang didasarkan pada terbitnya bulan sama dengan penentuan waktu hari yang didasarkan pada terbitnya matahari, maka setiap daerah tentu berbeda dalam berpuasa dan berbuka dalam setiap bulannya. Pada dasarnya kaum Muslimin sepakat bahwa dengan perbedaan waktu akan membawa dampak lain. Maka dengan demikian, barangsiapa yang tinggal di bagian timur, maka dia berpuasa sebelum mereka yang berada di daerah barat dan berbuka sebelum mereka juga.

Maka dalam kondisi yang demikian, jika kita menghukumi penentuan waktu itu berbeda, maka dalam penentuan awal dan akhir bulan pun harus demikian.

Dalam masalah ini, sebagai contoh, ayat yang mengatakan (artinya), “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 187). Demikian pula hadits Nabi  yang mengatakan, “...Apabila matahari telah terbenam, maka seorang yang berpuasa berbuka.” (HR. Bukhari no. 1954 dan Muslim no. 1100) tidak mungkin seseorang mengatakan berlaku umum untuk semua kaum Muslimin di belahan bumi mana saja dia berada, karena waktu terbenamnya matahari tidak sama di setiap daerah. (Lihat Fatawa Ulama al Baladul Haram, hal 285-286, dengan perubahan dari redaksi).

Mereka juga berdalil dengan hadits dari Kuraib, yang diutus oleh Ummu Fadhl binti al Harits untuk menemui Muawiyah. Dia berkata, “Aku tiba di Syam dan aku laksanakan peritah Al Fadhl, bertepatan dengan munculnya hilal bulan Ramadhan. Ketika aku berada di Syam, aku melihat hilal pada malam Jum’at. Kemudian aku pulang ke Madinah di akhir bulan Ramadhan. Abdullah bin Abbas bertanya kepadaku, ia menyebut tentang hilal. Dia bertanya, “Kapan kalian melihat hilal?” Aku menjawab, “Kami melihatnya pada malam Jumat.” Beliau bertanya lagi, “Apakah engkau menyaksikannya?” Jawabku, “Ya, orang-orang juga melihatnya. Mereka berpuasa dan Muawiyah turut berpuasa.” Abdullah bin Abbas berkata, “Akan tetapi kami melihatnya pada malam Sabtu. Kami akan terus berpuasa hingga kami menyempurnakannya tiga puluh hari, atau jika kami melihat hilal Syawal.” Aku berkata, “Tidak cukupkah kita mengikuti rukyat hilal Muawiyah dan puasanya?” Abdullah bin Abbas menjawab, “Tidak! Begitulah Rasulullah صل اللة عليه وسلم memerintahkan kami.” (HR. Muslim, at-Tirmidzi dan Ahmad).

Berkata Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin, Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al Jibrin dan Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan, “Dan pendapat inilah yang lebih kuat, baik ditinjau dari sisi zhahir lafazh dalil-dalil yang ada, nazhar (ijtihad yang shahih), dan qiyas yang shahih juga, yaitu qiyas waktu yang didasarkan pada bulan terhadap waktu yang didasarkan pada matahari.”

PENDAPAT KEEMPAT:

Perkara yang demikian dikembalikan kepada waliyul amr (pemerintah), maka kapan pemerintah menentukan wajibnya puasa dan berbuka (lebaran) yang didasarkan atas ketentuan syara’ (yaitu dengan rukyat hilal dan bukan berdasarkan hisab semata), maka pada saat itu juga wajib bagi kaum Muslimin mengikutinya.

Dalil Pendapat Keempat
Sabda Rasulullah صل اللة عليه وسلم
“Hari berpuasa adalah hari kuam Muslimin berpuasa. Hari Idul Fithri adalah hari kaum Muslimin berbuka. Dan hari Idul Adha adalah hari kaum Muslimin menyembelih kurban.”

Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata dalam Syarhul Mumti’ (VI/322) sebagai berikut, “Inilah—yaitu berpuasa bersama negara masing-masing—yang dipraktikkan oleh kaum Muslimin sekarang ini. Yaitu apabila telah ditetapkan oleh waliyul amri (pemerintah), maka wajib bagi kaum Muslimin yang berada di bawah kekuasaannya untuk berpuasa atau berhari raya. Kalau dilihat dari efek sosiologisnya, pendapat ini sangat kuat, meskipun kita memilih pendapat perbedaan mathla’ (pendapat ketiga—red.) wajib.”

Demikian pula Lajnah Dâimah dan Majelis Tinggi Ulama dan Lembaga Fatwa dan Riset Saudi Arabia, telah mengeluarkan fatwa yang senada dengan fatwa yang ke empat ini.

Ini pulalah kesimpulan yang dipilih oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani, sebagaimana yang beliau jelaskan dalam kitab Tamâmul Minnah (hal. 398) meskipun beliau lebih cenderung memilih pendapat ittihadul mathali’ (pendapat pertama).-AL FIKRAH-
Wallohu A’lam Bishshowab
Continue reading →
Minggu, 08 Juli 2012

Sudah Benarkah Niat Anda?

0 komentar


Anda pernah menjalani operasi? Atau paling tidak anda memiliki saudara yang pernah menjalaninya?

Bila pernah, coba diingat kembali kenangan yang pernah anda lalui itu. Mungkin saja dokter yang menangani anda, meminta anda agar berpuasa selama beberapa jam, bahkan kadang kala anda harus berpuasa sampai 8 jam lamanya.

Nah, apakah ketika anda menjalani puasa 8 jam itu terbetik di hati anda harapan mendapat pahala dari Allah, walau hanya sedikit? Atau mungkin juga pahala dari dokter yang menangani anda?

Apa yang membedakan puasa itu dengan puasa yang sedang anda amalkan sekarang ini? Puasa yang sedang anda amalkan di bulan ini, begitu besar pahalanya,

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ. رواه مسلم

"Shalat lima waktu, shalat jum'at hingga shalat jum'at selanjutnya, dan puasa bulan ramadhan hingga puasa bulan Ramadhan selanjutnya adalah penghapus dosa-dosa yang terjadi diantaranya, selama pelakunya menghindari dosa-dosa besar." (Riwayat Muslim)

Bila demikian, apa yang menjadikan puasa di bulan ini memiliki keutamaan yang begitu besar, Sedangkan puasa yang diperintahkan oleh pak dokter, tidak?

Coba anda renungkan, apa perbedaan antara keduanya?

Saya yakin, spontan anda akan berkata: Sangat besar perbedaannya. Tapi coba anda mulai menuliskan perbedaan itu di secarik kertas, ada berapa perbedaankah yang berhasil anda tuliskan?

Ketahuilah saudaraku! semakin banyak jumlah perbedaan yang berhasil anda tuliskan, berarti semakin besar pula pemahaman anda tentang puasa Ramadhan. Dan semakin besar pengetahuan anda semakin besar pula pahala yang –insya Allah- berhasil anda dapatkan darinya.

Sebaliknya, semakin sedikit perbedaan yang berhasil anda sebutkan, maka itu indikasi bahwa pahala puasa anda juga sedikit.

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ. رواه أحمد وحسنه الألباني

"Mungkin saja orang yang berpuasa, dari puasanya itu hanya mendapatkan rasa lapar dan haus saja." (Riwayat Ahmad, dan dinyatakan sebagai hadits hasan oleh Al Albani)

Saudaraku! Apakah anda rela bila perjuangan anda bangun pagi makan sahur, selanjutnya menahan lapar dan haus hingga terbenam matahari, sia-sia begitu saja? Bukan pahala yang anda dapatkan, akan tetapi yang anda dapatkan hanyalah derita lapar dan haus belaka.

Anda tidak ingin petaka itu menimpa anda? Anda ingin tahu kiatnya?

Temukan jawabannya pada ucapan Abu Bakar bin Abdillah Al Muzani berikut:

مَا فَضَلَ أَبُو بَكْرٍ رضي الله عنه النَّاسَ بِكَثْرَةِ صِيَامٍ وِلاَ صَلاَةٍ، وَلَكِنْ بِشَيْءٍ وَقَرَ فِي صَدْرِهِ

"Tidaklah Abu Bakar radhiallahu 'anhu berhasil mengungguli orang lain dikarenakan ia lebih banyak berpuasa dan shalat, akan tetapi ia mengungguli mereka dengan sesuatu yang tertanam di dalam dadanya."

Inilah jawabannya! Isi hati beliaulah yang menjadikannya berhasil mengungguli seluruh umat Islam.

Beliau tidak pernah berpuasa di bulan ramadhan lebih dari satu bulan, dan dalam satu hari juga shalat fardhu yang beliau lakukan hanya lima waktu dan demikian juga lainnya.

Yang membedakan beliau dari lainnya ialah niatnya. Beliau berpuasa sama dengan kita, akan tetapi niat puasa beliau jauh lebih baik dari niat puasa kita.

Sekedar menggambarkan perincian niat para ulama' maka berikut saya sebutkan beberapa jenis-jenis niat dalam suatu amalan:


  1. Niat menjalankan ibadah kepada Allah dengan berpuasa di bulan Ramadhan.

    Ini adalah niat yang paling utama dan paling mendasar. Tanpa niat ini amalan anda tidak akan diterima Allah, dan tidak bernilaikan ibadah, bahkan bisa saja puasa anda berubah menjadi amal kemaksiatan.

    قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ. رواه مسلم

    Allah Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi berfirman: "Aku adalah Dzat Yang paling tidak membutuhkan kepada persekutuan, karenanya barang siapa yag mengamalkan suatu amalan sedangkan padanya ia menyekutukan Aku dengan selain Aku, niscaya Aku meninggalkannya bersama sekutunya itu." (Riwayat Muslim)

    Niat inilah yang membedakan antara anda sebagai seorang yang beragama Islam dengan orang-orang kafir, atau musyrik.

    Walaupun niat jenis ini adalah niat yang paling mendasar dan pokok, akan tetapi niat inilah yang paling sering kita lalaikan.

    Sudahkah anda senantiasa menghadirkan niat jenis pertama ini dalam ibadah puasa anda?
  2. Niat meneladani Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam ibadah puasanya, atau yang sering disebut dengan ittiba'.

    Coba sekarang anda membayangkan, seakan-akan anda sedang mengamati gerak-gerik dan etika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam selama menjalankan puasa Ramadhan, seakan-akan anda hidup bersama beliau. Apakah perasaan anda kala itu sama dengan perasaan pada hari-hari sebelumnya?

    Niat semacam ini adalah niat kedua yang paling mendasar agar puasa anda bernilai ibadah dan mendatangkan puasa. Walau demikian, ternyata niat semacam ini sering kali terlupakan, bukankah demikian saudaraku?

    Apalah artinya puasa anda bila ternyata anda berpuasa hanya sekedar mengikuti kebiasaan dan perilaku orang lain?! Berpuasa hanya mengikuti perilaku masyarakat tidaklah ada gunanya di sisi Allah.

    Apa yang selama ini anda lakukan, yaitu hanyut dengan perilaku masyarakat tanpa menyadari teladan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam ibadah puasa menjadikan puasa anda tidak bernilai ibadah, sikap anda itu hanyalah menjadikan puasa anda bernilai tradisi belaka.

    عِبَادَاتُ أَهْلِ الغَفْلَةِ عَادَاتٌ

    "Amal ibadah orang-orang yang lalai hanyalah bernilaikan adat istiadat."

    Dan perilaku seperti inilah yang dimaksudkan dalam hadits tanya jawab malaikat Mungkar dan Nakir di alam kubur:

    مَا كُنْتَ تَقُولُ فِى هَذَا الرَّجُلِ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه و سلم ؟ فَيَقُولُ: لاَ أَدْرِى، كُنْتُ أَقُولُ مَا يَقُولُ النَّاسُ. فَيُقَالُ: لاَ دَرَيْتَ وَلاَ تَلَيْتَ. ثُمَّ يُضْرَبُ بِمِطْرَقَةٍ مِنْ حَدِيدٍ ضَرْبَةً بَيْنَ أُذُنَيْهِ، فَيَصِيحُ صَيْحَةً يَسْمَعُهَا مَنْ يَلِيهِ إِلاَّ الثَّقَلَيْن. رواه البخاري

    "Apa yang dahulu engkau katakan/yakini tentang orang ini, yaitu Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam?" Si mayitpun menjawab: "Aku tidak tahu, dahulu aku hanya membeo dengan apa yang diyakini oleh masyarakat banyak." Maka dikatakan kepadanya: "Engkau tidak tahu dan juga tidak pernah membaca?" Selanjutnya ia dipukul dengan palu dari besi tepat di tengah-tengah antara ke dua telinganya, sehingga menjadikannya kesakitan dan menjerit dengan jeritan yang dapat didengarkan oleh seluruh yang ada di sekitarnya selain jin dan manusia." (Riwayat Bukhary)

    Apakah anda rela tergolong ke dalam orang-orang yang dikisahkan dalam hadits ini? Tentu tidak.

  3. Niat menjalankan kewajiban atau rukun Islam.

    Niat inilah yang biasanya disebut-sebut oleh para da'i dan penceramah pada setiap bulan ramadhan. Niat jenis ini hanya berfungsi sebagai syarat sah atau tidaknya puasa anda. Niat ini hanya bertujuan menggugurkan kewajiban belaka, akan tetapi niat ini, bila tidak disertai oleh kedua niat di atas, tidak cukup untuk mendatangkan pahala di sisi Allah.

  4. Niat mendahulukan keridhaan Allah daripada kesenangan pribadi.

    Betapa tidak, ketika anda berpuasa, anda meninggalkan berbagai hal yang anda cintai, makan, minum, bergaul dengna istri, semuanya anda tinggalkan karena mendahulukan perintah Allah. Semua hal yang anda cintai itu, dengan hati yang tulus anda tinggalkan hanya karena mencari keridhaan Allah semata.

    يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِى. متفق عليه

    "Orang yang berpuasa meninggalkan makanan, minuman, dan syahwatnya hanya karena Aku." (Muttafaqun 'alaih)

    Bila anda telah kuasa mendahulukan keridhaan Allah dibanding kepuasan diri anda, maka itu adalah bekal untuk menggapai dan menikmati manis dan indahnya keimanan.

    ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ. متفق عليه

    "Tiga hal, barang siapa yang ketiganya ada pada dirinya, niscaya ia akan mendapatkan/merasakan manisnya keimanan (ketiga hal itu ialah): Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dibanding selain keduanya, dan ia mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya melainkan karena Allah, dan ia membenci untuk kembali kepada kekufuran setelah ia diselamatkan Allah darinya, bagaikan kebenciannya bila hendak dicampakkan ke dalam api." (Muttafaqun 'alaih)

    Niat ini adalah niat yang sangat tinggi, dan mungkin saja untuk saat ini, niat ini terasa begitu berat untuk kita miliki. Tidak heran, bila kita senantiasa merasa tidak sabar untuk segera berbuka puasa, dan bahkan sekedar matahari terbenam, balas dendam dan pelampiasan diri segera kita lancarkan. Makan dan minum sebanyak-banyaknya, sampai terasa susah untuk berdiri? Bukankah demikian?

  5. Sebagai upaya membangun benteng pelindung dari sengatan api neraka.

    Pada kesempatan yang lalu saya telah menyebutkan bahwa diantara manfaat dan tujuan ibadah puasa ialah menebus benteng atau perisai yang dapat melindungi diri anda dari sengatan panas api neraka.

    الصِّيَامُ جُنَّةٌ ، فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّى صَائِمٌ ، مَرَّتَيْنِ. رواه البخاري

    "Puasa adalah perisai, maka orang yang sedang berpuasa hendaknya tidak berkata-kata keji dan berperilaku layaknya orang-orang bodoh (semisal berteriak-teriak-pen). Dan bila ada seseorang yang memerangi atau mencacinya, hendaknya ia membela diri dengan berkata: 'Sesungguhnya aku sedang berpuasa, 2 kali.'" (Riwayat Bukhari)

    Dan pada riwayat lain Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

    مَنْ صَامَ يَوْمًا فِى سَبِيلِ اللَّهِ بَعَّدَ اللَّهُ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا. متفق عليه

    "Barang siapa yang berpuasa satu hari di jalan Allah, niscaya Allah akan menjauhkan dirinya dari api neraka sejauh perjalanan 70 tahun." (Muttafaqun 'alaih)

    Pernahkah, harapan semacam ini terbetik dalam hati anda selama anda menjalankan ibadah puasa?


Dan masih banyak lagi niat dan harapan yang seyogyanya anda miliki, agar puasa anda semakin sempurna dan pahala yang anda perolehpun semakin besar.

Apa yang saya paparkan di sini hanyalah sekedar upaya saya mengingatkan anda untuk lebih banyak mengkaji berbagai rahasia dan hikmah yang tersimpan di balik ibadah puasa anda.

Semoga Allah Ta'ala senantiasa melimpahkan kerahmatan dan ilmu yang bermanfaat kepada anda, sehingga anda berhasil menggapai kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Amiin. Wallahu a'alam bisshawab.

***

Penulis: Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.
Continue reading →

Sibukkan Juga Bulan Sya'ban dengan Bacaan Al-Qur'an

0 komentar

Ternyata salaf memberi petunjuk pada kita untuk memperbanyak membaca Qur’an sejak dari bulan Sya’ban, bukan hanya di bulan Ramadhan. Sebagaimana bulan Ramadhan kita dituntunkan untuk sibuk dengan Al Qur’an, maka sebagai pemanasan aktivitas mulia tersebut sudah seharusnya dimulai dari bulan Sya’ban.

قال سلمة بن كهيل : كان يقال شهر شعبان شهر القراء

Salamah bin Kahiil berkata, “Dahulu bulan Sya’ban disebut pula dengan bulan membaca Al Qur’an.”

وكان عمرو بن قيس إذا دخل شهر شعبان أغلق حانوته وتفرغ لقراءة القرآن 

‘Amr bin Qois ketika memasuki bulan Sya’ban, beliau menutup tokonya dan lebih menyibukkan diri dengan Al Qur’an.

وقال أبو بكر البلخي : شهر رجب شهر الزرع ، وشهر شعبان شهر سقي الزرع ، وشهر رمضان شهر حصاد الزرع 

Abu Bakr Al Balkhi berkata, “Bulan Rajab saatnya menanam. Bulan Sya’ban saatnya menyiram tanaman dan bulan Ramadhan saatnya menuai hasil.”

وقال – أيضاً - : مثل شهر رجب كالريح ، ومثل شعبان مثل الغيم ، ومثل رمضان مثل المطر ، ومن لم يزرع ويغرس في رجب ، ولم يسق في شعبان فكيف يريد أن يحصد في رمضان 

Abu Bakr Al Balkhi juga berkata, “Bulan Rajab seperti angin, bulan Sya’ban bagaikan mendung dan bulan Ramadhan bagaikan hujan. Siapa yang tidak menanam di bulan Rajab, lalu tidak menyiram tanamannya di bulan Sya’ban, maka jangan berharap ia bisa menuai hasil di bulan Ramadhan.”

[Terinspirasi dari bahasan Syaikh Sholih Al Munajjid di sini]

Masih tersisa 10 hari menjelang Ramadhan, masih ada waktu untuk menyibukkan diri dengan kalamullah (Al Qur’an).

Ya Allah, jadikanlah kami hamba-Mu yang selalu sibuk dengan Al Qur’an dan bisa terus mentadabburinya.

Wallahu waliyyut taufiq.



@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 20 Sya’ban 1433 H (6 hours before take off from Riyadh to Jogja)
Continue reading →

Label

Renungan (15) Serba Serbi (8) Amalan (7) Download (6) Mp3 (2) Seputar Hukum (2) Sya'ban (2) Video (2) Resep (1)